KESULTANAN MATARAM
(1586
- 1755)
adalah
kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini
dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang
mengklaim sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa Majapahit.
Asal-usulnya adalah suatu Kadipaten di bawah Kesultanan Pajang, berpusat di
"Bumi Mentaok" yang diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai
hadiah atas jasanya. Raja berdaulat pertama adalah Sutawijaya (Panembahan
Senapati), putra dari Ki Ageng Pemanahan.
Kerajaan
Mataram pada masa keemasannya pernah menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya,
termasuk Madura. Negeri ini pernah memerangi VOC di Batavia untuk mencegah
semakin berkuasanya firma dagang itu, namun ironisnya malah harus menerima
bantuan VOC pada masa-masa akhir menjelang keruntuhannya.
Mataram
merupakan kerajaan berbasis agraris/pertanian dan relatif lemah secara maritim.
Ia meninggalkan beberapa jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti
kampung Matraman di Batavia/Jakarta, sistem persawahan di Pantura Jawa Barat,
penggunaan hanacaraka dalam literatur bahasa Sunda, politik feodal di Pasundan,
serta beberapa batas administrasi wilayah yang masih berlaku hingga sekarang.
MASA AWAL
Sutawijaya
naik tahta setelah ia merebut wilayah Pajang sepeninggal Hadiwijaya dengan
gelar Panembahan Senopati. Pada saat itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa
Tengah saat ini, mewarisi wilayah Kerajaan Pajang. Pusat pemerintahan berada di
Mentaok, wilayah yang terletak kira-kira di timur Kota Yogyakarta dan selatan
Bandar Udara Adisucipto sekarang. Lokasi keraton (tempat kedudukan raja) pada
masa awal terletak di Banguntapan, kemudian dipindah ke Kotagede. Sesudah ia
meninggal (dimakamkan di Kotagede) kekuasaan diteruskan putranya Mas Jolang
yang setelah naik tahta bergelar Prabu Hanyokrowati.
Pemerintahan
Prabu Hanyokrowati tidak berlangsung lama karena beliau wafat karena kecelakaan
saat sedang berburu di hutan Krapyak. Karena itu ia juga disebut Susuhunan Seda
Krapyak atau Panembahan Seda Krapyak yang artinya Raja (yang) wafat (di)
Krapyak. Setelah itu tahta beralih sebentar ke tangan putra keempat Mas Jolang
yang bergelar Adipati Martoputro. Ternyata Adipati Martoputro menderita
penyakit syaraf sehingga tahta beralih ke putra sulung Mas Jolang yang bernama
Mas Rangsang pada masa pemerintahan Mas Rangsang,Mataram mengalami masa
keemasan.
SULTAN AGUNG
Sesudah
naik tahta Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo atau lebih
dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Pada masanya Mataram berekspansi untuk
mencari pengaruh di Jawa. Wilayah Mataram mencakup Pulau Jawa dan Madura
(kira-kira gabungan Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur sekarang). Ia memindahkan
lokasi kraton ke Karta (Jw. "kertå", maka muncul sebutan pula
"Mataram Karta"). Akibat terjadi gesekan dalam penguasaan perdagangan
antara Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, Mataram lalu berkoalisi
dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dan terlibat dalam beberapa
peperangan antara Mataram melawan VOC. Setelah wafat (dimakamkan di Imogiri),
ia digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat (Amangkurat I).
TERPECAHNYA MATARAM
Peta
Mataram Baru yang telah dipecah menjadi empat kerajaan pada tahun 1830, setelah
Perang Diponegoro. Pada peta ini terlihat bahwa Kasunanan Surakarta memiliki
banyak enklave di wilayah Kasultanan Yogyakarta dan wilayah Belanda.
Mangkunagaran juga memiliki sebuah enklave di Yogyakarta. Kelak enklave-enklave
ini dihapus.
Amangkurat
I memindahkan lokasi keraton ke Plered (1647), tidak jauh dari Karta. Selain
itu, ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan "sunan" (dari
"Susuhunan" atau "Yang Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat
I kurang stabil karena banyak ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya,
terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat
bersekutu dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga
dijuluki Sunan Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral),
sangat patuh pada VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan
pemberontakan terus terjadi. Pada masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura
(1680), sekitar 5km sebelah barat Pajang karena kraton yang lama dianggap telah
tercemar.
Pengganti
Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I
(1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak
menyukai Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana
I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan
perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in
exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.
Kekacauan
politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian
wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan
Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam
Perjanjian Giyanti (nama diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah timur
kota Karanganyar, Jawa Tengah). Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan
politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan
bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah "ahli
waris" dari Kesultanan Mataram.
PERISTIWA PENTING
1558
- Ki Ageng Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram oleh Sultan Pajang Adiwijaya
atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang.
1577
- Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede.
1584
- Ki Ageng Pemanahan meninggal. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya, putra Ki
Ageng Pemanahan sebagai penguasa baru di Mataram, yang sebelumnya sebagai putra
angkat Sultan Pajang bergelar "Mas Ngabehi Loring Pasar" (karena
rumahnya di sebelah utara pasar). Ia mendapat gelar "Senapati in
Ngalaga" (karena masih dianggap sebagai Senapati Utama Pajang di bawah
Sultan Pajang).
1587
- Pasukan Kesultanan Pajang yang akan menyerbu Mataram porak-poranda diterjang
badai letusan Gunung Merapi. Sutawijaya dan pasukannya selamat.
1588
- Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan, bergelar
"Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama" artinya Panglima Perang dan
Ulama Pengatur Kehidupan Beragama.
1601
- Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Mas Jolang yang bergelar
Panembahan Hanyakrawati dan kemudian dikenal sebagai "Panembahan Seda ing
Krapyak" karena wafat saat berburu (jawa: krapyak).
1613
- Mas Jolang wafat, kemudian digantikan oleh putranya Pangeran Aryo Martoputro.
Karena sering sakit, kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang.
Gelar pertama yang digunakan adalah Panembahan Hanyakrakusuma atau "Prabu
Pandita Hanyakrakusuma". Setelah Menaklukkan Madura beliau menggunakan
gelar "Susuhunan Hanyakrakusuma". Terakhir setelah 1640-an beliau
menggunakan gelar bergelar "Sultan Agung Senapati Ingalaga
Abdurrahman"
1645
- Sultan Agung wafat dan digantikan
putranya Susuhunan Amangkurat I.
1645
- 1677 - Pertentangan dan perpecahan
dalam keluarga kerajaan Mataram, yang dimanfaatkan oleh VOC.
1677
- Trunajaya merangsek menuju Ibukota
Pleret. Susuhunan Amangkurat I mangkat. Putra Mahkota dilantik menjadi
Susuhunan Amangkurat II di pengasingan. Pangeran Puger yang diserahi tanggung
jawab atas ibukota Pleret mulai memerintah dengan gelar Susuhunan Ing Ngalaga.
1680
- Susuhunan Amangkurat II memindahkan
ibukota ke Kartasura.
1681
- Pangeran Puger diturunkan dari tahta
Plered.
1703
- Susuhunan Amangkurat III wafat. Putra
mahkota diangkat menjadi Susuhunan Amangkurat III.
1704
- Dengan bantuan VOC Pangeran Puger
ditahtakan sebagai Susuhunan Paku Buwono I. Awal Perang Tahta I (1704-1708).
Susuhunan Amangkurat III membentuk pemerintahan pengasingan.
1708
- Susuhunan Amangkurat III ditangkap
dan dibuang ke Srilanka sampai wafatnya pada 1734.
1719
- Susuhunan Paku Buwono I meninggal dan
digantikan putra mahkota dengan gelar Susuhunan Amangkurat IV atau Prabu
Mangkurat Jawa. Awal Perang Tahta Jawa Kedua (1719-1723).
1726
- Susuhunan Amangkurat IV meninggal dan
digantikan Putra Mahkota yang bergelar Susuhunan Paku Buwono II.
1742
- Ibukota Kartasura dikuasai
pemberontak. Susuhunan Paku Buwana II berada dalam pengasingan.
1743
- Dengan bantuan VOC Ibukota Kartasura
berhasil direbut dari tangan pemberontak dengan keadaan luluh lantak. Sebuah perjanjian
sangat berat (menggadaikan kedaulatan Mataram kepada VOC selama belum dapat
melunasi hutang biaya perang) bagi Mataram dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II
sebagai imbalan atas bantuan VOC.
1745
- Susuhunan Paku Buwana II membangun
ibukota baru di desa Sala di tepian Bengawan Beton.
1746
- Susuhunan Paku Buwana II secara resmi
menempati ibukota baru yang dinamai Surakarta. Konflik Istana menyebabkan
saudara Susuhunan, P. Mangkubumi, meninggalkan istana. Meletus Perang Tahta
Jawa Ketiga yang berlangsung lebih dari 10 tahun (1746-1757) dan mencabik
Kerajaan Mataram menjadi dua Kerajaan besar dan satu kerajaan kecil.
1749
- 11 Desember Susuhunan Paku Buwono II
menandatangani penyerahan kedaulatan Mataram kepada VOC. Namun secara de facto
Mataram baru dapat ditundukkan sepenuhnya pada 1830. 12 Desember Di Yogyakarta,
P. Mangkubumi diproklamirkan sebagai Susuhunan Paku Buwono oleh para
pengikutnya. 15 Desember van Hohendorff mengumumkan Putra Mahkota sebagai
Susuhunan Paku Buwono III.
1752
- Mangkubumi berhasil menggerakkan
pemberontakan di provinsi-provinsi Pasisiran (daerah pantura Jawa) mulai dari
Banten sampai Madura. Perpecahan Mangkubumi-RM Said.
1754
- Nicolas Hartingh menyerukan gencatan
senjata dan perdamaian. 23 September, Nota Kesepahaman Mangkubumi-Hartingh. 4
November, PB III meratifikasi nota kesepahaman. Batavia walau keberatan tidak
punya pilihan lain selain meratifikasi nota yang sama.
1755
- 13 Februari Puncak perpecahan
terjadi, ditandai dengan Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram
menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Pangeran
Mangkubumi menjadi Sultan atas Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Ingkang
Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga Ngabdurakhman
Sayidin Panatagama Khalifatullah" atau lebih populer dengan gelar Sri
Sultan Hamengku Buwono I.
1757
- Perpecahan kembali melanda Mataram.
Perjanjian Salatiga, perjanjian yang lebih lanjut membagi wilayah Kesultanan
Mataram yang sudah terpecah, ditandatangani pada 17 Maret 1757 di Kota Salatiga
antara Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) dengan Sunan Paku Buwono III,VOC
dan Sultan Hamengku Buwono I. Raden Mas Said diangkat sebagai penguasa atas
sebuah kepangeranan, Praja Mangkunegaran yang terlepas dari Kesunanan Surakarta
dengan gelar "Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangku Nagara Senopati
Ing Ayudha".
1788
- Susuhunan Paku Buwono III mangkat.
1792
- Sultan Hamengku Buwono I wafat.
1795
- KGPAA Mangku Nagara I meninggal.
1799
- VOC dibubarkan
1813
- Perpecahan kembali melanda Mataram.
P. Nata Kusuma diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Kadipaten
Paku Alaman yang terlepas dari Kesultanan Yogyakarta dengan gelar
"Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam".
1830
- Akhir perang Diponegoro. Seluruh
daerah Manca nagara Yogyakarta dan Surakarta dirampas Belanda. 27 September,
Perjanjian Klaten menentukan tapal yang tetap antara Surakarta dan Yogyakarta
dan membagi secara permanen Kerajaan Mataram ditandatangani oleh
Sasradiningrat, Pepatih Dalem Surakarta, dan Danurejo, Pepatih Dalem
Yogyakarta. Mataram secara de facto dan de yure dikuasai oleh Hindia Belanda.
No comments:
Post a Comment