Puasa merupakan tempat pembinaan bagi setiap muslim untuk
membina dirinya, di mana masing-masing mengerjakan amalan yang dapat
memperbaiki jiwa, meninggikan derajat, memotivasi untuk mendapatkan hal-hal
yang terpuji dan menjauhkan diri dari hal-hal yang merusak. Juga memperkuat
kemauan, meluruskan kehendak, memperbaiki fisik, menyembuhkan penyakit, serta
mendekatkan seorang hamba kepada Rabb-nya. Dengannya pula berbagai macam dosa
dan kesalahan akan diampuni, berbagai kebaikan akan semakin bertambah, dan kedudukan
pun akan semakin tinggi.
Allah Ta’ala telah mewajibkan bagi kaum muslimin untuk
menjalankan puasa sepanjang bulan Ramadhan, bulan tersebut merupakan sayyidusy
syuhuur (penghulu bulan-bulan lainnya), padanya dimulai penurunan al-Qur-an.
Bulan Ramadhan adalah bulan ketaatan, pendekatan diri, kebajikan, kebaikan,
sekaligus sebagai bulan pengampunan, rahmat dan keridhaan. Padanya pula tedapat
Lailatul Qadar yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Mengenai
keutamaan bulan ini dan puasa pada bulan ini telah disebutkan dalam banyak
hadits, dan yang dapat kami sebutkan di antaranya:
1. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"اَلصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِمًا فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ
يَجْهَلْ وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ
(مَرَّتَيْنِ)، وَالَّذِيْ نَفْسِي بِيَدِهِ، لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ
عِنْدَ اللهِ تَعَالَى مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ، يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي، اَلصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالْحَسَنَةُ
بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا."
“Puasa
itu adalah perisai. Oleh karena itu, jika salah seorang di antara kalian
berpuasa, maka janganlah dia berkata-kata kotor dan tidak juga berlaku bodoh.
Jika ada orang yang memerangi atau mencacinya, maka hendaklah dia mengatakan,
‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa’ (sebanyak dua kali). Demi Rabb yang jiwaku
berada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi
Allah Ta’ala daripada aroma minyak kesturi, di mana dia meninggalkan makanan,
minuman, dan nafsu syahwatnya karena Aku (Allah). Puasa itu untuk-Ku dan Aku
akan memberikan pahala karenanya dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh
kali lipatnya.” [1]
2.
Hadits yang diriwayatkan oleh Hudzaifah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku
pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَجَارِهِ
تُكَفِّرُهَا الصَّلاَةُ وَالصِّيَامُ وَالصَّدَقَةُ."
“Kesalahan
seseorang terhadap keluarga, harta dan tetangganya akan dihapuskan oleh shalat,
puasa dan shadaqah.” [2]
3.
Hadits yang diriwayatkan dari Sahl Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَاباً يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ، يَدْخُلُ
مِنْهُ الصَّائِمُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ
غَيْرُهُمْ يُقَالُ: أَيْنَ الصَّائِمُوْنَ؟ فَيَقُوْمُوْنَ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ
أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، فَإِذَا دَخَلُوْا أُغْلِقُ، فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ."
‘Sesungguhnya
di Surga itu terdapat satu pintu yang diberi nama ar-Rayyan. Dari pintu itu
orang-orang yang berpuasa akan masuk pada hari Kiamat kelak. Tidak ada seorang
pun yang masuk melalui pintu itu selain mereka. Ditanyakan, ‘Mana orang-orang
yang berpuasa?’ Lalu mereka pun berdiri. Tidak ada seorang pun yang masuk
melalui pintu itu selain mereka. Jika mereka sudah masuk, maka pintu itu akan
ditutup sehingga tidak ada lagi seorang pun yang masuk melalui pintu
tersebut.’” [3]
4.
Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata,
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"إِذَا جَاءَ رَمَضَانَ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ."
‘Jika
Ramadhan tiba, maka pintu-pintu Surga dibuka.’” [4]
5.
Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata,
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِحَتْ أبْوَابُ السَّمَاءِ
وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِيْنُ."
‘Jika
bulan Ramadhan telah masuk, maka pintu-pintu langit akan dibuka dan pintu-pintu
Jahannam akan ditutup dan syaitan-syaitan pun dibelenggu.’”[5]
6.
Hadits yang juga diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata,
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"مَنْ
قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ."
‘Barangsiapa
bangun pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala,
maka akan diberikan ampunan kepadanya atas dosanya yang telah lalu. Dan
barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala
maka akan diberikan ampunan kepadanya atas dosanya yang telah lalu.’” [6]
BEBERAPA
RAHASIA PUASA
Puasa
merupakan sarana paling tangguh untuk membantu memerangi hawa nafsu serta
menekan nafsu syahwat sekaligus sebagai sarana pensucian jiwa dan
pemberhentiannya pada batas-batas Allah Ta’ala, di mana dia akan menahan
lisannya dari berbicara sia-sia, mencela, serta menyerang kehormatan orang
lain, berusaha menyebar ghibah (menceritakan kejelekan atau aib orang) dan
namimah (mengadu domba) ke tengah-tengah mereka, puasa juga dapat menundukkan
tipu daya, pengkhianatan, kecurangan, muslihat, serta mencegah upaya melakukan
perbuatan keji, memakan riba, menyuap dan memakan harta manusia dengan cara
yang bathil serta berbagai macam penipuan. Selain itu, puasa juga mendorong
seorang muslim untuk sesegera mungkin mengerjakan perbuatan baik, baik itu
shalat maupun zakat dengan cara yang benar serta menyalurkan kepada pihak-pihak
yang telah ditentukan oleh syari’at. Dia juga akan berusaha mengeluarkan
shadaqah serta melakukan hal-hal yang bermanfaat, berkeinginan keras untuk memperoleh
rizki yang halal dan menghindarkan diri dari perbuatan dosa dan keji.[7]
Dengan
demikian, di dalam puasa itu terkandung banyak keutamaan yang sangat agung.
Selain itu juga memiliki berbagai rahasia besar yang sebagian di antaranya
telah diketahui oleh banyak orang, sedang sebagian lainnya tidak diketahui.
Dan
di antara rahasia dan manfaat puasa yang paling tampak jelas adalah sebagai
berikut:
PUASA
MERUPAKAN METODE YANG MANTAP UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN
Di
antara manfaat puasa yang agung adalah sebagai sarana menyiapkan seorang muslim
dengan kekuatan yang menjadikannya mampu untuk melakukan perubahan pada dirinya
sendiri. Dia dapat melakukan latihan melalui puasa sehari-hari sehingga dia
dapat menahan diri dari setiap hal yang dia sukai dan cintai. Dan kepada
penguasa nafsu dan syahwat, dia akan mengatakan, “Tidak.”
Sungguh
jawaban yang hebat jika berada dalam keridhaan Allah. Jika seorang muslim mampu
mengatakan hal tersebut, berarti dia telah berhasil mewujudkan kehormatan dan
kedudukan yang tinggi atas syahwat dan ketamakannya. Sedangkan orang-orang yang
tidak berpuasa adalah orang yang tidak pernah mampu mengendalikan gejolak jiwa
mereka, bahkan mereka selalu tunduk kepada syahwat dan keinginan mereka. Mereka
adalah budak-budak yang hina, bahkan lebih buruk dari budak-budak manusia.
Seorang penya’ir telah mengungkapkan:[9]
“Kalau
bukan karena kesulitan, niscaya umat manusia ini
secara
keseluruhan akan menjadi terhormat,
Kedermawanan
semakin langka
dan
keberanian berarti perang.”
PUASA
SEBAGAI CARA PENGGEMBLENGAN TENTARA
Kehidupan
militer dengan segala hal yang diharuskannya, baik itu berupa kekerasan,
kekasaran, ketegaran, ketundukan pada perintah, serta kedisiplinan pada
arahan-arahan komandan. Dan kita bisa dapatkan perwujudan secara praktis pada
puasa.
Yang
demikian itu karena puasa merupakan sarana penggemblengan kekuatan fisik yang
mengharuskan pelakunya menempuh satu manhaj (metode) tersendiri dalam
kehidupannya, di mana tiang penyangganya berupa ketegaran, larangan, dan bersabar
atas pahit getirnya rasa lapar dan panasnya rasa haus, kelelahan fisik dalam
mengendalikan diri serta menahan hawa nafsu dan mengekang keinginannya,
seakan-akan seorang muslim yang berpuasa itu adalah seorang tentara yang siap
mendengar dan mentaati serta menjalankan perintah Rabb-nya tanpa penolakan atau
pembangkangan.
Jika
seorang tentara itu tunduk dan berpegang pada perintah serta menjalankannya di
bawah pengawasan komandan, maka orang yang berpuasa (sedang) menjalankan
perintah tanpa pengawasan dari seorang pun, kecuali dari Allah Yang Mahahidup
lagi Mahaberdiri sendiri, yang tidak akan pernah lengah dan tidur, Mahasuci
Allah lagi Mahatinggi.
PUASA
MEMPERKUAT KEINGINAN
Puasa
dapat memperkuat keinginan, mendorong kemauan, mengajarkan kesabaran, membantu
menjernihkan fikiran, menghidupkan pemikiran, dan mengilhami pendapat yang
cerdas jika seorang yang berpuasa dapat melangkah ke fase relaks (santai),
serta melupakan berbagai rintangan yang muncul akibat waktu luang dan terkadang
keputusasaan, dan ketika seseorang memiliki keinginan yang kuat sehingga dia
mampu mengatakan kepada pelaku kemunkaran, “Ini munkar.” Dia juga bisa
menghadapi segala bentuk hal-hal negatif yang ada di masyarakat. Sehingga
dengan demikian, dia telah menjadi seorang anggota masyarakat yang dinamis,
yang akan membangun dan tidak merusak, serta melakukan perbaikan dan tidak
melakukan peng-hancuran.
Ketika
suatu bangsa memiliki keinginan yang kuat dan besar, maka dia tidak akan
memperkenankan agresor atau penjajah untuk menginjakkan kaki ke tanahnya atau
ikut campur dalam menentukan perjalanan hidupnya. Dengan kekuatan tersebut, ia
juga akan mampu meraih kemenangan di medan pertempuran melawan kebodohan,
keterbelakangan, melawan nafsu syahwat, serta sanggup menembus segala rintangan
pembangunan dan kemajuan.
Syaikh
ad-Dausari rahimahullah mengatakan, “Membangun keinginan yang kuat di dalam
diri bukanlah suatu hal yang mudah. Berbagai kalangan, baik perkumpulan
(organisasi) maupun kalangan militer telah berusaha membangun keinginan yang
kuat kepada masyarakat masa kini. Padahal, Islam telah mendahului mereka dalam
hal tersebut pada 14 abad yang lalu. Cukup besar kebutuhan seorang muslim,
khususnya untuk memiliki keinginan kuat dan kemauan yang keras. Oleh karena
itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk berjuang melawan sakit
akibat rasa lapar dan haus dalam menjalankan puasa.
Oleh
karena itu, sudah sepatutnya bagi seorang muslim yang berpuasa untuk tidak
melakukan hal-hal yang merusak kekuatan ini setelah berbuka, mengucilkan atau
menghinakannya sehingga pada malam harinya dia akan merusak kuatnya keinginan
yang telah dia bangun pada siang harinya.[10]
PUASA
MEMBENTUK AKHLAK MULIA
Puasa
merupakan tempat penggemblengan diri bagi orang yang menjalankannya untuk
membentuk akhlak mulia, akhlak ketakwaan, kebajikan, kebaikan, kepedulian,
tolong-menolong, kasih sayang, kecintaan, kesabaran, dan akhlak mulia lainnya
yang dibangun oleh puasa pada diri orang yang menjalankannya.
Puasa
dapat membentuk muraqabah (rasa selalu berada dalam pengawasan Allah) bagi
pelakunya. Bagi dirinya ada satu penjaga umum yang selalu mengawasi dirinya
agar tidak ada sesuatu pun yang bersumber dari dirinya yang bertentangan dengan
syari’at. Dialah yang membinanya dari dalam sehingga darinya muncul amal-amal
lahiriah yang tunduk pada pengawasan ini.
Pernahkah
engkau melihat orang yang berpuasa dengan penuh kejujuran dan kesungguhan
kepada Rabb-nya melakukan kebohongan kepada orang lain? Pernahkah engkau
melihatnya secara tulus ikhlas menjalankan puasanya dan kemudian melakukan
kemunafikan di masyarakat? Sesungguhnya keikhlasan itu merupakan satu bagian
utuh yang tidak mungkin dipisahpisahkan, di mana puncaknya adalah ikhlas kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu, barangsiapa yang tulus ikhlas
karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka sangat mustahil baginya untuk melakukan
penipuan, kecurangan atau berkhianat. Oleh karena itu, puasa merupakan salah
satu faktor dasar sekaligus pendalaman akhlak, pembangunan sekaligus
pembentukannya untuk mengambil satu sifat amaliyah (perbuatan) yang semuanya
berkumpul pada buahnya yang cukup jelas yang telah diingatkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala di dalam kitab-Nya: (لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُوْنَ)“Agar kalian
bertakwa.”
Ibnul
Qayyim rahimahullah mengatakan, “Puasa memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam
menjaga anggota tubuh yang bersifat lahiriah dan juga kekuatan bathin serta
melindunginya dari faktor-faktor pencemaran yang merusak. Jika faktor-faktor
pencemaran tersebut telah menguasai dirinya, maka ia akan rusak.
Dengan
demikian, puasa akan menjaga kejernihan hati dan kesehatan anggota badan
sekaligus akan mengembalikan segala sesuatu yang telah berhasil dirampas oleh
nafsu syahwat. Puasa merupakan pembantu yang paling besar dalam merealisasikan
ketakwaan…”[11]
PUASA
MEWUJUDKAN KETENANGAN JIWA
Pergolakan
akan berlangsung terus-menerus antara jiwa yang menyuruh berbuat kejahatan
dengan jiwa yang menyuruh berbuat kebaikan. Setiap kemaksiatan yang dilakukan
oleh seorang muslim adalah akibat dari penguasaan jiwa yang memerintahkan
berbuat kejahatan. Sedangkan setiap upaya pendekatan kepada Allah yang
dilakukan oleh seorang muslim adalah senjata kuat yang digunakan oleh jiwa yang
memerintahkan berbuat kebaikan.
Oleh
karena itu, puasa akan membangun kekuasaan jiwa, menguatkan serta meneguhkannya
untuk melaksanakan risalahnya dan memfungsikan perannya dalam menjaga kedamaian
dan ketenangan dalam diri seseorang. Peranan penting dari kekuasaan jiwa itu
adalah pengarahan melalui kecaman dan teguran yang keras setiap kali gangguan
jiwa berupaya untuk mengajak kepada kejahatan, memperdayanya atau menjebaknya
agar tunduk kepadanya. Demikianlah, berbagai pertempuran bersembunyi di dalam
jiwa dan berbagai kekuatan kebaikan akan menang, yang selanjutnya kedamaian dan
rasa aman akan menyelimut dalam jiwa, kemudian beralih ke seluruh anggota badan
sehingga bagian yang lain pun menikmati rasa aman dan ketenangan. Akhirnya
semua kebaikan terealisasi bagi setiap muslim yang menjalankan puasa.
PUASA
MERUPAKAN SALAH SATU WUJUD DARI KESATUAN UMAT ISLAM
Puasa
merupakan satu penampakan praktis dari berbagai penampakan kesatuan kaum
muslimin, kesetaraan antara si kaya dan si miskin, penguasa dan rakyat, orang
tua dan anak kecil, serta laki-laki dan perempuan. Mereka berpuasa untuk Rabb
mereka, seraya memohon ampunan-Nya dengan menahan diri dari makan pada satu
waktu dan berbuka dalam satu waktu juga. Mereka sama-sama mengalami rasa lapar
dan berada dalam pelarangan yang sama di siang hari, sebagaimana mereka
mempunyai kedudukan yang sama dalam mengibarkan syi’ar-syi’ar lain yang
berkenaan dengan puasa.
Dengan
demikian, puasa merealisasikan semacam kesatuan tujuan, rasa, nurani, dan
tempat kembali di masyarakat yang berpuasa.
Secara
keseluruhan, umat Islam berdiri dalam satu barisan pada satu musim tertentu
setiap tahun dan dalam beberapa hari tertentu di antara seluruh umat manusia
ini. Ia merupakan barisan penghubung antara bangsa-bangsa yang kuat, antara
komponen dari umat Islam secara keseluruhan, meskipun tempat tinggal mereka
berjauhan dan berada dalam satu ikatan yang ditempatkan di hadapan satu
pengalaman, yang memiliki satu pengaruh dan dalam satu penampakan kebersamaan.
Dengan
demikian, hati dan perasaan mereka akan menjadi semakin erat dan akrab sehingga
menjadi satu hati yang mengarah kepada kehidupan dengan satu pandangan.
Inilah
satu teladan yang baik bagi persatuan antara berbagai masyarakat dari umat ini,
bahkan sebagai teladan yang ideal bagi setiap kesatuan dalam kehidupan ini.
Sebab, ia merupakan kesatuan yang bersumber dari nurani dan menciptakan masa
depan serta tempat kembali dan membangkitkan berbagai kemuliaan dari dalam diri
yang nampak secara lahiriahnya, sehingga terwujudnya firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:
وَإِنَّ
هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ
“Sesungguhnya
(agama tauhid) ini adalah agama kalian semua, agama yang satu dan Aku adalah
Rabb kalian, maka bertakwalah kepada-Ku.” [al-Mu’minun/23: 52]
Kesatuan
yang diwujudkan oleh puasa ini merupakan kesatuan permulaan, karena ia
merupakan buah dari ibadah yang sungguh-sungguh.
Kesatuan
nurani, karena ia bersumber dari amal perbuatan perasaan yang didasarkan pada
perencanaan jiwa kemanusiaan.
Kesatuan
tempat kembali, karena ia menggiring umat ini secara keseluruhan kepada satu
tempat kembali yang berakhir padanya dan berdiam di sana, yaitu takwa yang
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikannya sebagai buah dari puasa.
Kesatuan
rasa, karena ia menyatukan rasa dan perasaan umat pada satu tujuan dan
menempatkannya pada satu jalan.
Kesatuan
‘aqidah, karena ia bersumber dari keimanan dan keyakinan dan bertengger di
udara takwa dan ibadah.[12]
Dalam
penampilannya yang cukup mengesankan, kesatuan ini memberikan gambaran yang
benar mengenai kesatuan besar yang menyamaratakan semua anggota umat meskipun
terdapat perbedaan jenis, warna kulit, dan kebangsaan. Jika engkau ingin
membuktikan hal tersebut, silakan arahkan pandangan-mu pada saat berbuka di
negara yang aman, di Baitullah, untuk menyaksikan ratusan ribu orang yang
berbuka bersama dalam satu waktu. Pernahkah engkau menyaksikan tampilan
kesatuan yang lebih jelas dari ini? Pada hakikatnya, yang buta itu bukanlah
pandangan mata, tetapi hati yang ada di dalam dada.
PUASA
MEMILIKI PENGARUH BESAR BAGI KESEHATAN SECARA UMUM
Sesungguhnya
pada puasa itu terkandung kesehatan yang besar dengan semua maknanya, baik
kesehatan badan, perasaan, maupun rohani.
Dengan
demikian, puasa dapat memperbaharui kehidupan seseorang dengan diperbaharuinya
sel-sel dan dibuangnya sel-sel yang sudah tua dan mati serta diistirahatkannya
perut dan organ pencernaan. Puasa juga dapat memberikan perlindungan terhadap
tubuh, membersihkan perut dari sisa-sisa makanan yang tidak dapat dicerna dan juga
dari kelembaban yang ditinggalkan oleh makanan dan minuman.
Banyak
para dokter menyebutkan berbagai manfaat puasa, di antaranya bahwa puasa dapat
mempertahankan kelembaban insidentil sekaligus membersihkan pencernaan dari
racun yang ditimbulkan oleh makanan yang tidak sehat, dan mengurangi lemak di
perut yang sangat berbahaya bagi jantung, yang ia sama seperti pengasingan kuda
yang akan dapat menambah kekuatannya untuk bergerak dan lari.
Sedangkan
kesehatan rohani yang ditimbulkan oleh puasa adalah berupa bimbingan yang
diberikan kepada orang-orang yang berpuasa karena Allah Subhanahu wa Ta’ala,
mengetahui tujuan dari penciptaan mereka, mempersiapkan mereka untuk mengambil
semua sarana takwa yang akan melindunginya dari kehinaan, kerendahan, dan
kerugian di dunia dan akhirat. Pada akhirnya hati mereka menjadi selamat dari
penyakit syubhat dan penyakit syahwat yang telah menimpa banyak orang.
Syaikh
‘Abdul ‘Aziz bin Baaz telah mengatakan, “Pada puasa itu terdapat banyak manfaat
dan hikmah yang besar, di antaranya adalah pembersihan, penggemblengan dan
pensucian jiwa dari akhlak tercela dan sifat-sifat buruk, seperti tamak, rakus
dan kikir, untuk kemudian dibiasakan dengan akhlak mulia seperti sabar, santun,
dermawan, murah hati, dan pengerahan jiwa untuk mengerjakan segala hal yang
diridhai Allah dan dapat mendekatkan diri kepada-Nya.
Manfaat
puasa lainnya adalah membuat seorang hamba dapat memahami dirinya sendiri dan
juga kebutuhannya, kelemahan dan kebutuhan dirinya akan Rabb-nya, juga
mengingatkan diri akan keagungan nikmat Allah yang diberikan kepadanya, dan
mengingatkan akan kebutuhan saudara-saudaranya yang hidup miskin, sehingga
mengharuskan dirinya untuk bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus
memohon pertolongan agar dilimpahkan berbagai kenikmatan untuk selalu
mentaati-Nya serta mengasihi saudara-saudaranya yang hidup miskin sekaligus
dapat berbuat baik kepada mereka.
Selain
itu, manfaat puasa juga dapat membersihkan tubuh dari pencemaran yang buruk dan
memberikan kesehatan serta kekuatan. Hal tersebut telah diakui oleh banyak
dokter. Bahkan mereka telah banyak mengobati pasien mereka dengan menggunakan
puasa ini.” [13]
No comments:
Post a Comment